Priceless
Investment
Komitmen Murdaya Widyawimarta PO sebagai Ketua Umum PB PGI 2014-2018
terhadap pembinaan golf di Indonesia tidak dapat diragukan. Menyediakan
pelatih, menyediakan fasilitas latihan yang sangat memadai untuk para atlet,
hingga membuat sistem pembinaan, termasuk membuat sistem ranking
nasional dilakukannya. Semua ini adalah priceless investment, karena bukan
sekedar mencari hasil yang instant, tapi proses dan hasil jangka panjang
diharapkan bisa membangun golf di Indonesia di masa datang.
Pembinaan adalah masalah
yang kompleks, bukan sekedar
program latihan. Pembinaan
merupakan sebuah
rangkaian program. Mulai dari pelatihan,
pertandingan berkala yang
bermutu, dan sistem rangking.
Saat ini one on one coaching tidak
cocok lagi untuk pembinaan secara
nasional. Dibutuhkan pelatih
yang mengerti cara untuk menangani
high performance athlete. Bukan
sekedar mampu memperbaiki
kemampuan swing pemain, tapi
mampu mendorong pemain dengan
kemampuan teknis yang lebih
matang dan memiliki mental juara.
Apa pun kesulitan yang dihadapi,
sang atlet tidak merasa takut.
�Untuk menciptakan champion ada
lima step yang yang harus dilalui,
yaitu capability, confidence, competing,
contending, dan baru bisa
menjadi champion,� jelas Ari Hidrijantoro,
Ketua Bidang Pembinaan
PB PGI. Seorang atlet harus
memiliki development cycle, yaitu
rencana tahunan secara individual
untuk menentukan kapan dia dapat
mencapai peak season. Jadi, targetnya
harus jelas dulu mana yang
mau dicapai. Saat ini atlet-atleh
high performance ditangani dua
pelatih asal Australia, David Milne
dan Lawrie Montague.
Bidang pembinaan PB PGI membuat
dua program, yaitu high performance
dan grass root. High
performance fokus
terhadap pembinaan
atlet berprestasi dan
grass root merupakan
program untuk
mengembangkan
minat dan keinginan
anak-anak mencintai
olahraga golf sejak
dini.
Direktur Asia Pacific R&A Dominic
Wall yang diajak mengunjungi beberapa
sekolah di Banten, Jawa
Barat pada tahun 2015 mengatakan
bahwa Indonesia memilih potensi
instruktur berkualitas serta fasilitas
lapangan golf yang memadai.
�Seperti halnya piramid, program
ini semestinya memberi sebanyak
mungkin anak-anak untuk bisa memainkan
olahraga ini. Ke depannya,
kesempatan untuk menjadi yang
terbaik pun semakin mengecil dan
semakin spesifik untuk pengembangan
dan pelatihan bagi anakanak
yang memiliki potensi karena
ini juga adalah program jangka
panjang,� jelas Dominic.
Program semacam ini sebenarnya
sudah dilakukan di Indonesia
beberapa tahun lalu, yaitu melalui
Golf Goes To School.
�Program ini sebenarnya
seperti kampanye
golf. Hampir
sama dengan program
yang pernah
ada, tapi sekarang
kita coba prosesnya
di klub (lapangan golf,
red) dan lebih fokus.
Jadi, masing-masing
klub mencari
sekolah-sekolah di
sekitar mereka. Kami
menyediakan alatalat
yang sederhana.
Tidak hanya sekolah-sekolah, tapi
siapa pun boleh berprestasi dan
mengajukan kepada kami. Minimal
sepuluh anak,� jelas Dading
Soetarso, Bidang Pembinaan Grass
Root PB PGI. Batasan peserta adalah
anak-anak berusia 10-12 tahun.
PB PGI bekerja sama dengan lapangan-
lapangan golf dalam menjalankan
program ini. Intinya adalah
win win solution, karena pihak
lapangan golf pasti membutuhkan
pemain-pemain baru.
Mulai Februari 2016, PB PGI bersama
coach Peter Bailey akan
melakukan kunjungan dan memberikan
pelatihan ke daerah-daerah.
Hal ini sesuai dengan program
yang dicanangkan Pak PO, yaitu
membangun golf di daerah-daerah
dengan memberikan pelatihan
langsung kepada pelatih dan pemain.
Penanganan yang diberikan coach
pada program grass root dan high
performance tentu sangat berbeda.
Mereka yang masuk level high
performance adalah atlet-atlet
berkualitas dari Pengprov. Mereka
tidak hanya sudah memahami
teknik bermain yang benar, tapi
juga memiliki kematangan psikologis.
Mereka adalah atlet-atlet yang
berpotensi untuk mewakili Indonesia
di ajang kompetisi internasional.
PB PGI mulai tahun ini juga menerapkan
Indonesia Golf Amateur
Ranking (IGAR). Sistem rangking
ini menerapkan sistem yang sama
dengan sistem perhitungan World
Amateur Golf Rangking (WAGR),
dimana sistemnya lebih memperhitungkan
kualitas, bukan pada
kuantitas. Performance dan hasil
yang bagus lebih diutamakan
dibandingkan dengan banyaknya
jumlah turnamen yang diikuti.
Jadi, akan dilihat nilai rata-ratanya.
Pemain yang berada di luar negeri
pun dapat melaporkan hasil
pertandingannya.
Posisi di IGAR menjadi salah satu
pertimbangan untuk pemilihan atlet.
Tapi, jika attitude-nya kurang
baik, sekalipun menempati peringkat
satu dia bisa tidak diikutsertakan.
Selain itu, faktor penilaian
dari coach dan kapten juga menjadi
bahan pertimbangan.
PB PGI menargetkan minimal ada
40 anak Indonesia yang masuk
ranking WAGR pada tahun 2018.
Dengan demikian, saat menjadi
tuan rumah Asian Games 2018, Indonesia
memiliki atlet-atlet berkualitas
dan dapat merebut medali di
ajang bergengsi itu.
�Thailand saat ini punya 40 pemain
di WAGR, Malaysia 25, dan Singapura
21. Target kita 40 pemain. Tahun
2018 harus ada yang bisa menembus
top 300. Dengan demikian
kansnya akan lebih bagus. Kita
melakukan quantum leap untuk
2018. Asal ada program dan struktur
yang jelas bukan tidak mungkin,�
jelas Dading.
Semoga saja mimpi kita bersama
meraih medali emas di Asian
Games 2018 bisa menjadi kenyataan!
|